Thursday, 20 September 2018

Review Film Crazy Rich Asians : Kontestasi Kaum Borjuasi Asia dalam Memperebutkan Kuasa Dunia Percintaan

sumber : google
  

Saat membaca buku Crazy Rich Asians, yang saya dapatkan adalah perilaku-perilaku ‘mustahil’ dari para tokoh sebagai orang kaya raya di Asia. Terlihat mustahil karena saya memang jarang (belum pernah) menjumpai yang seperti itu. Kegilaan demi kegilaan diceritakan oleh penulis guna membuktikan bahwa orang kaya di Asia memang berperilaku ‘gila’, namun juga disusul dengan penggambaran sifat-sifat yang paradoks seperti ‘terlalu pelit’ untuk mengeluarkan uang. Hal yang mungkin akan jarang dijumpai pada kaum kaya raya di Barat sana. Yang saya suka dari novelnya adalah detail penceritaan dari penulis yang mampu menyajikan (seolah-olah) data kekayaan dari para milyarder itu, lengkap dengan merk-merk dan barang-barang mahal yang terdengar sangat rumit, sekaligus silsilah keluarga yang jujur membuat saya bingung ketika membaca novel ini di awal-awal.

Wednesday, 1 August 2018

Review Film Hotel Transylvania 3 : Summer Vacation, Mulai Dari Liburan Para Monster Hingga Konstruksi Musik Baik dan Musik Jahat


     
Sumber : Google



     Film Hollywood, meskipun merupakan film animasi, namun seperti biasa dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dengan cerita yang pas, tidak dianggap sebagai cerita yang terlalu ringan untuk orang dewasa, namun juga tidak terlalu berat untuk dikonsumsi anak-anak. Hotel Transylvania, seperti seri sebelumnya menyuguhkan cerita tentang monster-monster di mana Dracula sebagai pemimpinnya difokuskan dalam kehidupan sehari-hari mereka ketika menjalankan bisnis hotel yang dinamai Hotel Transylvania.

Monday, 16 July 2018

Resensi Novel Pergi – Tere Liye : Romantisisme dalam Narasi Kelamnya Dunia Shadow Economy




Novel dengan judul yang sederhana, tapi isinya ternyata tidak sesederhana judulnya. Sequel dari novel berjudul Pulang ini masih memiliki gaya cerita yang mirip dengan novel pertamanya, itulah yang membuat saya suka karena saya membeli novel ini dengan tujuan melanjutkan lagi kisah terdahulunya yang saya anggap lumayan asyik untuk cerita yang berlatar di Indonesia dan ditulis oleh penulis Indonesia asli. Tapi, meskipun masih mirip dengan cerita sebelumnya, novel ini menyajikan lebih banyak kejutan yang tidak terduga. Kemunculan tokoh baru dan cerita yang terkuak dari tokoh yang sebelumnya seperti hanya figuran saja merupakan sajian yang menarik. Di novel Pergi ini setting tempatnya juga lebih banyak, berbagai negara menjadi lokasi yang digambarkan dengan sudut pandang berbeda. Jalan cerita masih menegangkan dengan banyak ‘baku hantam’, ditambah judul bab dalam cerita yang seringkali menjebak membuat novel ini memang layak sebagai novel yang mengusung tema misterius.

Thursday, 28 June 2018

Resensi Buku ‘Bukan Buku Diet’ By Alvin Hartanto


        

(Sumber : Goodreads)


        Selama ini saya belum pernah membeli buku tentang diet, kalau buku kesehatan secara umum sih sering, dan itupun jarang yang saya baca sampai habis. Entah kenapa, mungkin karena saya yang dari dulu mudah bosan kalau membaca hal yang berkaitan dengan kesehatan. Saya juga mencari informasi diet setengah-setengah dan melalui internet saja. Alhasil, diet yang saya tahu adalah diet yang (ternyata) sesat! Saya juga baru menyadarinya belum lama ini sebelum menemukan buku yang ditulis oleh Alvin Hartanto.

Friday, 18 May 2018

Resensi Buku ‘Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat’ Karya Mark Manson



            

       Kali ini saya senang dan merasa ada nuansa yang berbeda karena bisa membaca dan meresensi buku yang baru terbit (tahun 2018) dan terkenal (tentu saja karena buku ini mengalami tiga kali cetak dalam jangka waktu hanya tiga bulan sejak diterbitkan pertama kali untuk versi Bahasa Indonesia saja, versi Bahasa Inggris belum dihitung). Selain itu, buku ini juga sudah nampak berseliweran di mana-mana, maksut saya di beberapa foto atau postingan tokoh publik, hehe. Mark Manson sekarang juga menjadi lebih terkenal dan quotesnya sudah banyak didengar oleh publik. Di sini saya berkesempatan untuk membaca versi Bahasa Indonesianya. Judul asli buku ini adalah ‘The Art of Not Giving a F*ck’, betul ada sensor di kata terakhir, bukan semata-mata saya yang memberi sensor agar terlihat sebagai orang baik-baik :p.

Saturday, 29 April 2017

Resensi Novel Dilan Bagian Kedua - Pidi Baiq


Judul          : Dilan Bagian Kedua : Dia Adalah Dilanku Tahun 1991
Penulis       : Pidi Baiq
Penerbit     : Paste Books
Cetakan II : Agustus 2015
Halaman    : 344 Halaman


Dilan, dia adalah Dilanku Tahun 1991.

Asal kamunya tetep ada di bumi. Udah cukup, udah bikin aku seneng. -Dilan.

Kalau aku jadi presiden yang harus mencintai seluruh rakyatnya, aduh, maaf aku pasti tidak bisa karena aku cuma suka Milea. -Dilan

Setelah sukses dengan novel Dilan yang pertama, Pidi Baiq kembali mengeluarkan novel bagian kedua. Meskipun 'Dilan' bukan buku pertama karya Pidi Baiq, tapi novel ini yang kemudian menggegerkan bukan hanya kalangan remaja tapi bahkan sampai penggemar sastra klasik. Apalagi tokoh Dilan yang mampu membuat pembacanya berteriak-teriak histeris. Entah kenapa membaca Dilan bagian pertama bisa selalu membuat senyum tersungging di wajah, mampu membuat hati bahagia karena ikut merasakan keasyikan dunia remaja yang ada pada novel ini.

Sebagai penggemar berat Dilan bagian pertama, tentu Dilan bagian kedua ini akan membuat hati senang karena akhirnya kisah Dilan belum usai, kita semua masih bisa menikmati perjalanan Dilan dan Milea. Namun sepertinya, pada novel kedua ini pula pembaca harus berbesar hati menerima 'ending cerita' yang mungkin bisa menyesakkan dada.

Dilan dan Milea adalah remaja di sebuah sekolah di Bandung. Yang membuat menarik adalah cara 'pedekate' Dilan terhadap Milea yang unik, di novel bagian kedua ini akhirnya Dilan dan Milea jadian di warung Bi Eem dengan menggunakan surat perjanjian jadian bermaterai -_- dan lebih banyak diceritakan masa-masa mereka pacaran yang meskipun asik tapi ternyata banyak menjumpai masalah, tidak seperti di bagian pertama novel Dilan yang terkesan lebih ceria.

Dilan yang masih jadi cowok bandel tapi pinter ini semakin larut dalam geng motornya. Lia, panggilan si Milea mulai menasihati Dilan supaya tidak terlalu bandel lagi , tapi jawaban Dilan hanya : 'Kamu pikir bandel itu gampang? Susah. Harus tanggung jawab sama yang dia udah perbuat.'
Kata-kata Dilan ini masih bisa diterima oleh Lia, Lia juga semakin cinta dengan Dilan karena dia bisa mengubah pemikiran Lia dan menjadikan hidup Lia semakin asik. Ketika Dilan mengucapkan kata-kata lucu, Lia sering tertawa dan lebih sering tersenyum. Betapa bahagia itu sederhana ketika melihat Dilan bisa membahagian Lia dengan candaan jahilnya dan dengan jalan-jalan menggunakan motor Dilan.

Tapi, Lia yang sejak dulu sudah banyak disukai dan didekati oleh banyak cowok dan Dilan yang terus menerus terkena masalah membuat hubungan mereka semakin rumit. Lia yang tidak ingin Dilan terlibat masalah, Dilan yang tidak ingin kebebasannya dikekang membuat mereka berdua harus mengambil sebuah keputusan. Konflik demi konflik dialami Lia dan Dilan sampai Dilan sempat masuk dalam tahanan, beberapa orang baru mulai hadir di kehidupan Lia seperti Yugo. Suatu ketika, teman Dilan bernama Akew terbunuh, Dilan sebagai seorang sahabat harus ikut membalas dendam. Lia yang sebenarnya sangat menyayangi Dilan terpaksa pura-pura memutuskan Dilan supaya Dilan tidak melakukan hal-hal berbahaya lagi. Tapi apa yang sudah dikatakan Lia ternyata berakibat fata. Ending cerita dari Dilan bagian kedua ini sebenarnya sudah bisa ditebak, tapi cara penyampaian ceritanya yang ternyata tidak terduga. Dari sini Lia dan Dilan, dan juga para pembaca bisa memahami kata-kata yang tertulis pada bagian sampul buku : 'Tujuan pacaran adalah untuk putus. Bisa karena menikah, bisa karena berpisah.'

Sunday, 16 April 2017

Resensi Buku (Novel) The Architecture of Love - Ika Natassa






The Architecture of Love, Sebuah Rancang Bangun Cinta

Dari pertama melihat sampul novel ini sebenarnya sangaat menarik, berbeda dengan sampul novel lainnya, kali ini gambarnya adalah sketsa kota New York yang berwarna, cocok dengan judul novelnya : The Architecture of Love. Sebenarnya kalau sudah suka dengan salah satu novel karya Ika Natassa pasti tidak akan ragu membeli novel lainnya, karena bisa dikatakan karya Ika Natassa memiliki ciri khas yang membuat satu karya dengan karya lainnya terlihat mirip. Hal itu justru yang membuat saya menunda untuk membeli buku karangan Ika Natassa yang satu ini, tapi akhirnya saya luluh juga karena ingin membaca buku tentang arsitektur tapi yang tidak terlalu berat, dan akhirnya buku ini saya beli juga ketika saya menyempatkan diri jalan-jalan ke toko buku sebelum pergi ke bandara terminal.
Baik, mari sekarang kita bahas mengenai novel metropop ini. Dari judulnya saja terlihat romantis, The Architecture of Love, Arsitektur Cinta. Widih, bagaimana itu, arsitektur dari sebuah cinta, kata yang bahkan seorang filsufpun susah untuk mendefinisikannya. Ternyata yang dimaksud di sini adalah mengenai kisah percintaan dua orang manusia yang sedang tinggal di New York bernama Raia dan River. Raia, seorang penulis yang mengalami writer's block atau kebuntuan dalam menulis ini memutuskan untuk pergi ke New York dengan tujuan mencari ide dan menghilangkan kebuntuannya dalam menulis yang sudah dia alami hampir dua tahun. Cari ide menulis sampai ke New York, bayangkan. Kalau saya paling beli es krim lima ribuan biar bisa nulis lagi. Abaikan.

Nah, di New York itulah dia bertemu dengan River, laki-laki penuh misteri yang akhirnya membuat Raya bisa lebih menikmati kota New York nantinya. River ini adalah tipe laki-laki yang cool, kenapa di novel-novel laki-laki tokoh protagonisnya kebanyakan adalah laki-laki cool? Yaa mungkin kalau yang digambarkan laki-laki genit suka caper di medsos auranya langsung bubar kali ya. River adalah seorang arsitek di Jakarta, sedangkan Raia adalah penulis best seller yang juga tinggal di Jakarta. Raia dan River sama-sama menyimpan rahasia kehidupan yang membuat mereka seakan putus asa. Namun, ketika mereka berdua bertemu di New York, mereka seperti saling menemukan kebahagiaan kembali. River mampu menunjukkan hal-hal menarik selama di New York, tidak lain dan tidak bukan mengenai berbagai arsitektur bangunan yang ada di kota itu. Lambat laun Raia mulai menemukan semangat kembali untuk menulis dengan adanya River yang sering menghambiskan waktu dengannya untuk menjelajah New York, Raia akan menulis cerita sedangkan River akan membuat sketsa apapun yang menarik perhatiannya terutama bangunan-bangunan yang sedang mereka kunjungi.

Dan yang terjadi jika sudah ada laki-laki dan perempuan yang bersama-sama dalam jangka waktu cukup lama adalah jatuh cinta. Raia dan River mulai jatuh cinta satu sama lain, tapi cinta yang mereka jalani tidak semudah itu. Rahasia hidup yang mereka milikilah yang membuat tembok di antara cinta mereka. Rahasia hidup seperti apakah itu? Pasti akan lebih menarik jika teman-teman membacanya langsung di novelnya. 

Sebenarnya untuk novel Ika Natassa kali ini agak biasa dibanding dengan A Verry Yuppy Wedding dan Critical Eleven, ini menurut saya lho yaaa. Jadi jalan ceritanya mudah ditebak, mungkin karena cerita ini dulunya adalah cerita bersambung di Twitter sehingga polling pembaca akan mempengaruhi jalan cerita ini. Tapi, sejak awal saya mengira sosok River ini mirip salah satu sosok selebriti Indonesia, dan ternyata di akhir buku Ika Natassa menyebutkan aktor tersebut yang menginspirasinya dalam tokoh River. Yang unik dalam novel ini adalah keterkaitannya dengan novel Critical Eleven, bagi yang sudah membaca Critical Eleven pasti masih melekat cerita antara Anya dan Ale. Raia memiliki nama belakang Risjad yang mana mengingatkan saya pada Aldebran Risjad alias Ale si tokoh utama dalam Critical Eleven, tapi saat itu saya tidak terlalu memikirkan kemiripan nama itu. Mungkin si penulis memang suka menggunakan nama Risjad. Tapi, di bagian akhir novel, surprise! Ternyata Raia Risjad memang masih memiliki hubungan kerabat dengan Ale Risjad. Di sini diceritakan pernikahan Harris yang ketika di novel Critical Eleven baru diceritakan proses lamarannya. Diceritakan pula anak Ale dan Anya yang telah lahir dan menjadi penyatu antara Ale dan Anya. Nah untuk ending antara Raia dan River sepertinya memang harus membaca sendiri supaya bisa menyimpulkan sendiri juga, yang jelas akan ada banyak surprise di dalam novel ini.

Overall, lumayan menghibur membaca The Architecture of Love, saya jadi mendapat ilmu seputar dunia aristektur dan terutama menambah wawasan saya mengenai kota New York. Tapi untuk kisah cintanya, sepertinya kurang mendebarkan seperti di novel sebelumnya. At least, karya Ika Natassa tetap salah satu yang akan terus saya tunggu-tunggu kehadirannya.