Monday, 16 July 2018

Resensi Novel Pergi – Tere Liye : Romantisisme dalam Narasi Kelamnya Dunia Shadow Economy




Novel dengan judul yang sederhana, tapi isinya ternyata tidak sesederhana judulnya. Sequel dari novel berjudul Pulang ini masih memiliki gaya cerita yang mirip dengan novel pertamanya, itulah yang membuat saya suka karena saya membeli novel ini dengan tujuan melanjutkan lagi kisah terdahulunya yang saya anggap lumayan asyik untuk cerita yang berlatar di Indonesia dan ditulis oleh penulis Indonesia asli. Tapi, meskipun masih mirip dengan cerita sebelumnya, novel ini menyajikan lebih banyak kejutan yang tidak terduga. Kemunculan tokoh baru dan cerita yang terkuak dari tokoh yang sebelumnya seperti hanya figuran saja merupakan sajian yang menarik. Di novel Pergi ini setting tempatnya juga lebih banyak, berbagai negara menjadi lokasi yang digambarkan dengan sudut pandang berbeda. Jalan cerita masih menegangkan dengan banyak ‘baku hantam’, ditambah judul bab dalam cerita yang seringkali menjebak membuat novel ini memang layak sebagai novel yang mengusung tema misterius.

Masih bercerita tentang Bujang atau Si Babi Hutan atau Agam (nama aslinya) dan kehidupannya yang berhubungan dengan shadow economy, Bujang yang sekarang naik pangkat dari tukang pukul nomor satu menjadi Tauke Besar memiliki tanggung jawab yang lebih rumit. Cerita hidupnya tidak sesederhana dulu ketika diceritakan di novel Pulang. Bujang harus mengurus seluruh akivitas yang dilakukan oleh Keluarga Tong sebagai salah satu dari delapan keluarga shadow economy terbesar di Asia Pasific. Sudah jelas bahwa Bujang adalah tokoh paling penting di sini. Namun, uniknya saya melihat ada tokoh lain yang juga menonjol dan berperan penting di novel Pergi. Ayah Bujang yang pada novel Pulang tampak seperti seorang figuran saja ternyata di novel ini dimunculkan sebagai sosok yang penting, bahkan mengambil beberapa tempat tersendiri untuk diceritakan. Ayah Bujang bernama Samad, ternyata ia menyimpan banyak sekali rahasia, hal ini juga yang kemudian berusaha diungkapkan oleh Bujang di kemudian hari. Ini pula yang kemudian membawa dampak serius bagi kehidupan Bujang; munculnya kakak tiri yang selama ini belum diketahuinya.
Kalau puncak konflik pada novel Pulang adalah ketika muncul pengkhianat dari dalam Keluarga Tong, di novel Pergi konflik muncul ketika penguasa keluarga shadow economy melakukan kecurangan dan ingin menguasai perekonomian seorang diri. Mau tidak mau Bujang membentuk koalisi dari beberapa negara yaitu keluarga shadow economy di Jepang dan di Italia. Koalisi itu melahirkan pertempuran yang sengit. Pembunuhan, pembantaian, perang, menjadi adegan yang lumrah di novel ini. Selain mengatur strategi untuk menyelesaikan sengketa itu, Bujang juga harus menguak misteri mengenai kehidupan ayahnya di masa lampau, karena itu semua berkaitan dengan munculnya seseorang yang telah mengalahkan Bujang dengan mudah tempo hari (padahal Bujang bukan orang yang mudah dikalahkan) dan mencuri alat yang sangat penting bagi Keluarga Tong. Orang tersebut ternyata adalah kakak tirinya yang selama ini tidak diketahui oleh siapapun, bahkan oleh ayahnya sendiri.
Meskipun penuh dengan cerita baku hantam, tapi kali ini cerita romantis nan mengiris juga disisipkan di novel Pergi. Kisah cinta Samad dan Catrina bagai cerita telenovela yang kadang membuat hati ikut berbunga dan di akhir membuat hati terasa sedih karena akhir yang tidak bahagia. Begitupula dengan kisah cinta antara Samad dan Midah yang merupakan cinta sejati tapi sulit sekali untuk diuraikan. Nah,siapakah Catrina itu? Tentu pembaca harus membaca sendiri untuk lebih memahaminya.
Seperti telah disinggung sebelumnya, jalan cerita di novel ini tidak mudah ditebak. Ada beberapa judul bab yang menjebak dan ada cerita di akhir bab yang membuat pembaca berpikiran tentang sesuatu hal dan ternyata di bab selanjutnya pembaca baru menyadari kalau dugaan mereka keliru. Selain itu, di novel ini Tere Liye menyinggung beberapa hal yang menjadi penanda setting waktu, misalnya adanya Instagram yang digunakan oleh Yuki dan Kiko, ninja terbaik yang sering bekerja sama dengan Bujang. Benda-benda yang digunakan oleh Bujang juga menjadi lebih canggih dibanding dengan yang digunakan oleh Tauke Besar sebelumnya. Menariknya, Tere Liye kadang menghubungkan cerita di novel ini dengan situasi yang memang benar-benar terjadi di Indonesia sehingga sebagian pembaca akan merasa kalau cerita ini benar-benar nyata adanya meskipun sudah jelas kalau novel adalah sesuatu yang fiksi.
Bagian yang saya sukai di novel Pergi selain semangat Bujang adalah bagian cerita dari Samad dan Catrina yang sangat romantis. Tidak seperti novel dengan cerita romantis kebanyakan, sebenarnya adegan romantis Samad dan Catrina sangat sedikit, bahkan tidak ada adegan seperti bergandengan dan berpelukan, tapi justru sisi romantisnya lebih terasa dan mengena. Seperti biasa Tere Liye tentu tidak akan memasukkan adegan-adegan ranjang dalam novelnya. Dan meskipun tema cerita adalah shadow economy dan tokoh-tokohnya diceritakan sebagai bad boy sejati yang mana mereka tentu melakukan praktik-praktik gelap dan membunuh banyak orang, tapi novel ini masih terasa normatif seperti novel-novel Tere Liye lainnya. Ini yang membuat saya suka dengan novel Pergi, masih ada sisi positif dan hal yang bisa dijadikan contoh dalam ceritanya.
Ending cerita dari novel ini juga sebenarnya tidak bisa ditebak dan cenderung menggantung. Saya suka dengan jalan ceritanya tapi agak terkejut (kalau bukan agak kecewa) dengan akhir cerita yang sangat bertolak belakang dari ending novel pertamanya. Pembaca memiliki ruang untuk mengartikan sendiri bagaimana sebenarnya akhir dari cerita ini. Dan, kemungkinan dengan ending yang menggantung begitu (semoga) akan ada kelanjutan dari novel Pergi. Mengikuti kehidupan Bujang yang penuh dengan petualangan adalah hal yang sangat mengasyikkan.

No comments:

Post a Comment