Novel dengan judul yang sederhana, tapi isinya ternyata tidak sesederhana judulnya. Sequel dari novel berjudul Pulang ini masih memiliki gaya cerita yang mirip dengan novel pertamanya, itulah yang membuat saya suka karena saya membeli novel ini dengan tujuan melanjutkan lagi kisah terdahulunya yang saya anggap lumayan asyik untuk cerita yang berlatar di Indonesia dan ditulis oleh penulis Indonesia asli. Tapi, meskipun masih mirip dengan cerita sebelumnya, novel ini menyajikan lebih banyak kejutan yang tidak terduga. Kemunculan tokoh baru dan cerita yang terkuak dari tokoh yang sebelumnya seperti hanya figuran saja merupakan sajian yang menarik. Di novel Pergi ini setting tempatnya juga lebih banyak, berbagai negara menjadi lokasi yang digambarkan dengan sudut pandang berbeda. Jalan cerita masih menegangkan dengan banyak ‘baku hantam’, ditambah judul bab dalam cerita yang seringkali menjebak membuat novel ini memang layak sebagai novel yang mengusung tema misterius.
Masih
bercerita tentang Bujang atau Si Babi Hutan atau Agam (nama aslinya) dan
kehidupannya yang berhubungan dengan shadow
economy, Bujang yang sekarang naik pangkat dari tukang pukul nomor satu
menjadi Tauke Besar memiliki tanggung jawab yang lebih rumit. Cerita hidupnya
tidak sesederhana dulu ketika diceritakan di novel Pulang. Bujang harus
mengurus seluruh akivitas yang dilakukan oleh Keluarga Tong sebagai salah satu
dari delapan keluarga shadow economy
terbesar di Asia Pasific. Sudah jelas bahwa Bujang adalah tokoh paling penting
di sini. Namun, uniknya saya melihat ada tokoh lain yang juga menonjol dan
berperan penting di novel Pergi. Ayah Bujang yang pada novel Pulang tampak
seperti seorang figuran saja ternyata di novel ini dimunculkan sebagai sosok
yang penting, bahkan mengambil beberapa tempat tersendiri untuk diceritakan.
Ayah Bujang bernama Samad, ternyata ia menyimpan banyak sekali rahasia, hal ini
juga yang kemudian berusaha diungkapkan oleh Bujang di kemudian hari. Ini pula
yang kemudian membawa dampak serius bagi kehidupan Bujang; munculnya kakak tiri
yang selama ini belum diketahuinya.
Kalau
puncak konflik pada novel Pulang adalah ketika muncul pengkhianat dari dalam
Keluarga Tong, di novel Pergi konflik muncul ketika penguasa keluarga shadow economy melakukan kecurangan dan
ingin menguasai perekonomian seorang diri. Mau tidak mau Bujang membentuk
koalisi dari beberapa negara yaitu keluarga shadow
economy di Jepang dan di Italia. Koalisi itu melahirkan pertempuran yang
sengit. Pembunuhan, pembantaian, perang, menjadi adegan yang lumrah di novel
ini. Selain mengatur strategi untuk menyelesaikan sengketa itu, Bujang juga
harus menguak misteri mengenai kehidupan ayahnya di masa lampau, karena itu
semua berkaitan dengan munculnya seseorang yang telah mengalahkan Bujang dengan
mudah tempo hari (padahal Bujang bukan orang yang mudah dikalahkan) dan mencuri
alat yang sangat penting bagi Keluarga Tong. Orang tersebut ternyata adalah
kakak tirinya yang selama ini tidak diketahui oleh siapapun, bahkan oleh ayahnya
sendiri.
Meskipun
penuh dengan cerita baku hantam, tapi kali ini cerita romantis nan mengiris
juga disisipkan di novel Pergi. Kisah cinta Samad dan Catrina bagai cerita
telenovela yang kadang membuat hati ikut berbunga dan di akhir membuat hati
terasa sedih karena akhir yang tidak bahagia. Begitupula dengan kisah cinta
antara Samad dan Midah yang merupakan cinta sejati tapi sulit sekali untuk
diuraikan. Nah,siapakah Catrina itu? Tentu pembaca harus membaca sendiri untuk
lebih memahaminya.
Seperti
telah disinggung sebelumnya, jalan cerita di novel ini tidak mudah ditebak. Ada
beberapa judul bab yang menjebak dan ada cerita di akhir bab yang membuat
pembaca berpikiran tentang sesuatu hal dan ternyata di bab selanjutnya pembaca
baru menyadari kalau dugaan mereka keliru. Selain itu, di novel ini Tere Liye
menyinggung beberapa hal yang menjadi penanda setting waktu, misalnya adanya
Instagram yang digunakan oleh Yuki dan Kiko, ninja terbaik yang sering bekerja
sama dengan Bujang. Benda-benda yang digunakan oleh Bujang juga menjadi lebih
canggih dibanding dengan yang digunakan oleh Tauke Besar sebelumnya.
Menariknya, Tere Liye kadang menghubungkan cerita di novel ini dengan situasi
yang memang benar-benar terjadi di Indonesia sehingga sebagian pembaca akan
merasa kalau cerita ini benar-benar nyata adanya meskipun sudah jelas kalau
novel adalah sesuatu yang fiksi.
Bagian
yang saya sukai di novel Pergi selain semangat Bujang adalah bagian cerita dari
Samad dan Catrina yang sangat romantis. Tidak seperti novel dengan cerita
romantis kebanyakan, sebenarnya adegan romantis Samad dan Catrina sangat
sedikit, bahkan tidak ada adegan seperti bergandengan dan berpelukan, tapi
justru sisi romantisnya lebih terasa dan mengena. Seperti biasa Tere Liye tentu
tidak akan memasukkan adegan-adegan ranjang dalam novelnya. Dan meskipun tema
cerita adalah shadow economy dan
tokoh-tokohnya diceritakan sebagai bad
boy sejati yang mana mereka tentu melakukan praktik-praktik gelap dan
membunuh banyak orang, tapi novel ini masih terasa normatif seperti novel-novel
Tere Liye lainnya. Ini yang membuat saya suka dengan novel Pergi, masih ada
sisi positif dan hal yang bisa dijadikan contoh dalam ceritanya.
Ending
cerita dari novel ini juga sebenarnya tidak bisa ditebak dan cenderung
menggantung. Saya suka dengan jalan ceritanya tapi agak terkejut (kalau bukan
agak kecewa) dengan akhir cerita yang sangat bertolak belakang dari ending novel pertamanya. Pembaca
memiliki ruang untuk mengartikan sendiri bagaimana sebenarnya akhir dari cerita
ini. Dan, kemungkinan dengan ending
yang menggantung begitu (semoga) akan ada kelanjutan dari novel Pergi.
Mengikuti kehidupan Bujang yang penuh dengan petualangan adalah hal yang sangat
mengasyikkan.
No comments:
Post a Comment