Wednesday, 1 August 2018

Review Film Hotel Transylvania 3 : Summer Vacation, Mulai Dari Liburan Para Monster Hingga Konstruksi Musik Baik dan Musik Jahat


     
Sumber : Google



     Film Hollywood, meskipun merupakan film animasi, namun seperti biasa dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dengan cerita yang pas, tidak dianggap sebagai cerita yang terlalu ringan untuk orang dewasa, namun juga tidak terlalu berat untuk dikonsumsi anak-anak. Hotel Transylvania, seperti seri sebelumnya menyuguhkan cerita tentang monster-monster di mana Dracula sebagai pemimpinnya difokuskan dalam kehidupan sehari-hari mereka ketika menjalankan bisnis hotel yang dinamai Hotel Transylvania.
Interaksi dengan manusia juga dimasukkan dalam cerita, baik sebagai musuh maupun sebagai makhluk yang akhirnya bisa bersatu dengan para monster itu. Kali ini, tema khususnya adalah liburan para monster yang ditujukan sebagai kejutan bagi Dracula, oleh sang anak yaitu Mavis. Di awal cerita sudah ada gambaran hubungan keluarga yang harmonis ketika Mavis begitu memikirkan keluarga (yaitu semua monster yang terkait dengan Hotel Transylvania) dan tentu saja ayahnya, si Dracula. Meskipun Dracula tidak suka dengan kejutan dan tidak setuju dengan ide Mavis mengajak seluruh keluarga Hotel Transylvania berlibur mewah di sebuah kapal, namun Dracula tidak tega melihat kesungguhan rencana Mavis dan akhirnya dengan terpaksa mengikuti liburan itu. Yang ironik adalah ketika para monster itu yang sehari-hari bekerja di sebuah hotel harus berpindah ke hotel lain (kapal pesiar) untuk bisa mendapatkan makna liburan yang sebenarnya. Liburan menjadi suatu imaji yang lekat dengan istilah ‘jauh’ dari rumah. Banyak orang yang menganggap pergi ke tempat wisata bukanlah suatu liburan jika tempat tersebut masih terhitung dekat dengan rumah, termasuk para monster ini.
     Kapal pesiar yang digunakan Dracula, Mavis dan keluarga Hotel Transylvania sangat mewah. Di film ini kita akan disuguhi gambaran kemewahan liburan ‘yang seharusnya’ dan sekaligus otomatis akan membawa anggapan bahwa liburan orang awam saat ini masih terhitung sangat jauh dari mewah. Masalah muncul ketika kapten kapal bernama Ericka Van Helsing berencana membunuh Dracula, rencana yang sudah selalu gagal dilakukan sedari kakek buyutnya, Abraham Van Helsing. Konflik terjadi ketika Dracula menemukan (?) Zing (bahasa para monster untuk menyebut cinta pada pandangan pertama) pada Ericka. Usaha Ericka untuk membunuh Dracula harus berbenturan dengan sikap Dracula yang tiba-tiba berubah sangat nyentrik di hadapan Ericka. Pada bagian ini, penonton diajak untuk tertawa melihat bagaimana visualisasi seorang pria dewasa yang sedang jatuh cinta meskipun terkurung dalam rasa tidak percaya diri.
     Yang menarik pada konflik di film ini adalah digunakannya musik-musik latar dengan totalitas. Soundtrack tidak hanya sebagai pengiring untuk mendapatkan kesan dramatis pada scene konflik, namun musik diceritakan sebagai senjata yang digunakan oleh kedua belah pihak untuk bertarung. Selain musiknya yang asik dan kekinian, ternyata ada sebuah konstruksi yang diciptakan lewat ‘musik sebagai senjata’ ini. Abraham Van Helsing sebagai tokoh antagonis menggunakan musik yang keras dengan beat yang cenderung lebih cepat untuk membunuh satu persatu anggota Hotel Transylvania. Sedangkan suami Mavis mencoba melawan Van Helsing dengan musik yang menggunakan tempo lebih bersahabat yang dalam keseharian sering disebut dengan ‘musik baik-baik’. Musik yang lebih menghentak digambarkan sebagai musik jahat yang bisa ‘membunuh’ sedangkan musik dengan warna yang cenderung pop dianggap bisa menenangkan kemarahan sehingga mengalahkan kejahatan. Dalam masyarakat umum, musik yang ‘keras’ memang sering diidentikkan dengan sikap pendengarnya yang ugal-ugalan atau ‘semrawut’ sedangkan musik dengan ritme yang lebih pelan dianggap sebagai musik ‘berkelas’ di mana pendengarnya dianggap lebih bijak karena musik bisa mempengaruhi mood seseorang.
     Meskipun saya agak risih dengan dikotomi musik yang digunakan oleh kedua belah pihak sebagai senjata (dan hal itu sebenarnya tidak penting), namun secara keseluruhan film ini sangat lucu, dan entah kenapa mengharukan. Hubungan keluarga yang menyentuh hati penonton tidak harus digambarkan dengan cerita yang mengharu biru, namun juga bisa muncul dari kisah para monster yang kocak ini.

No comments:

Post a Comment