Wednesday, 6 April 2016

Resensi Novel Ayat-Ayat Cinta 2 Karya Habiburrahman EL Shirazy



      
Saat mengetahui bahwa novel Ayat-Ayat Cinta (selanjutnya akan disebut AAC) akan ada kelanjutannya, yaitu Ayat-Ayat Cinta 2 (selanjutnya akan disebut AAC 2), saya tidak menyangka dan langsung penasaran kelanjutan cerita itu. Bagaimana tidak? Novel AAC sangat ‘booming’ bahkan di tahun 2008 film adaptasi dari novel ini masuk daftar film paling laris dan wajib tonton bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Siapa yang tidak terkesan dengan tokoh Fahri yang digambarkan sebagai sosok laki-laki sederhana tapi mendekati sempurna? Dan siapa juga yang tidak jatuh hati pada tokoh Aisha yang cantik dan begitu ikhlas dalam menghadapi cobaan? Selain itu, alur cerita penuh lika-liku yang dialami Fahri dalam novel AAC membuat orang-orang yang membaca harus menahan napas, apalagi ketika konflik datang, yaitu perseteruannya dengan Noura yang ternyata harus melibatkan banyak orang seperti Maria, tetangganya, dan tentu saja Aisha, istrinya.
            Karena novel AAC saya anggap novel yang ‘bukan sekedar novel’, maka saya langsung penasaran dan mengupas habis novel sekuelnya yaitu AAC 2 dalam waktu tiga hari saja. Ketika membuka novel yang memang lebih tebal dari buku pertamanya ini, saya kaget ternyata novel yang saya beli adalah cetakan ke IV. Dalam kurun waktu satu tahun, buku ini sudah mengalami IV kali cetakan. Awalnya saya ragu untuk menyelesaikan membaca novel ini dengan cepat karena terlihat sangat tebal. Tapi, begitu membaca, kalimat-kalimat Kang Abik yang khas langsung membuat saya menyusuri kehidupan Fahri selanjutnya.
            Dalam buku dengan sampul berwarna kuning kecoklatan ini, dengan alur maju, penulis menceritakan kehidupan Fahri setelah menikah dengan Aisha. Ternyata cobaan yang mereka hadapi tidak berhenti begitu saja setelah Fahri keluar dari penjara (AAC 1). Aisha yang memiliki jiwa kemanusiaan tinggi ingin pergi ke Palestina untuk membuat novel tentang anak-anak Palestina bersama Alicia (teman wartawannya), sementara Fahri tidak ikut mendampingi Aisha. Namun, beberapa hari kemudian Aisha dan Fahri kehilangan kontak satu sama lain. Penemuan mayat Alicia yang sudah sangat mengenaskan dan hilangnya kabar dari Aisha menjadi titik awal hari-hari berat yang harus dilalui oleh Fahri.
            Fahri menunggu Aisha bertahun-tahun, berbagai cara ia lakukan tapi tetap saja ia belum bisa menemukan Aisha. Setiap hari ia mengirim email untuk Aisha dengan harapan suatu hari Aisha akan membalas email itu. Fahri lalu membuka hidup baru di Edinburgh dengan bekerja di University of Edinburgh. Di kota inilah Fahri menemukan pengalaman kehidupan yang baru. Bersama Paman Hulusi, sopir sekaligus pengawal Fahri, mereka menjalani kehidupan di Edinburgh dan menghadapi tetangga-tetangganya yang kebanyakan anti Islam. Masalah-masalah mulai bermunculan dari para tetangganya, namun Fahri dengan sabar dan penuh taktik menghadapi itu semua. Ia berharap suatu hari ia bisa akrab dengan semua tetangganya.
            Di kota ini Fahri juga bertemu dengan Heba, seorang gadis muslimah yang menjadi mahasiswinya, Sabina yang merupakan seorang muslimah tunawisma dan sangat membutuhkan pertolongan, dan Hulya seorang perempuan yang masih bersaudara dengan Aisha, istrinya. Sosok Sabina, si gadis berwajah buruk namun baik hati sangat misterius, namun semua orang yang bertemu dengannya menyukainya. Sementara kehadiran Hulya di kehidupan Fahri membuatnya mengingat Aisha karena postur tubuh dan wajah Hulya yang mirip dengan Aisha. Sementara itu, ia juga harus berhadapan dengan Baruch, tentara Israel yang sangat membencinya. Mau tidak mau Fahri harus menyelesaikan semua permasalahan itu, sedangkan hatinya terus merindukan Aisha. Tiap kali mengingat Aisha, Fahri tidak bisa menahan untuk tidak meneteskan air mata. Fahri seperti mayat hidup tanpa kehadiran Aisha. Akankah Fahri kuat menghadapi semua masalahnya? Apakah ia masih memiliki keberuntungan sehingga bisa berjumpa dengan Aisha lagi?

 Belajar Mendidik Anak dan Bertetangga yang Baik Dari Novel AAC 2
            Setiap novel yang ditulis Kang Abik memiliki kekhasan tersendiri. Tidak hanya menyajikan konflik yang mendebarkan, namun dalam novel AAC 2 ini juga disisipi nasihat, pengetahuan, dan dakwah yang ditulis bukan sekedar untuk ‘tempelan’. Seperti AAC yang bisa membuat pembacanya terharu ketika Kang Abik mengutip beberapa hadist, di novel ini penulis juga banyak memberikan pengetahuan baru untuk pembacanya mulai dari tentang sejarah pembantaian yang dilakukan karena ideologi nir agama, nasihat-nasihat dalam menjalani hidup, juga fakta-fakta yang dipaparkan untuk memperkuat cerita dalam novel ini.
            Salah satu hal menarik yang bisa diambil adalah bagaimana Fahri mencontohkan cara mendidik anak lewat cerita tentang tetangganya yang masih muda bernama Keira, dan adiknya yang bernama Jason sangat membenci Fahri. Meskipun Keira telah mencorat-coret mobil Fahri dengan kata-kata kasar, dan Jason sering mencuri di minimarket milik Fahri, namun Fahri menghadapi keduanya dengan tenang. Ia bahkan menyusun strategi untuk membantu kedua kakak beradik itu agar bisa mencapai cita-cita mereka. Setelah keduanya berhasil, mereka sadar bahwa ternyata Fahri adalah orang baik. Jason yang dulunya muak melihat wajah Fahri, karena kebaikan yang selalu diberikan kepadanya ia justru menjadi sahabat Fahri. Kedua anak itu sebenarnya baik, mereka hanya kurang beruntung karena kondisi ekonomi yang buruk dan keadaan keluarga yang kurang saling menyayangi satu sama lain menjadikan mereka sebagai anak-anak yang pemberontak. Dari sini saya bisa melihat untuk mendidik anak memang diperlukan kesabaran yang lebih. Yang tidak kalah penting adalah harus ada strategi untuk membuat anak yang tidak bisa dikontrol menjadi anak yang sayang kepada keluarganya.
            Selain bagaimana cara mendidik anak, cara bertetangga yang baik juga menjadi kisah utama dalam novel ini. Sebagai pendatang dan memiliki keyakinan yang minoritas di kota itu, Fahri tentu saja dipandang sebelah mata oleh para tetangganya. Tidak seperti ketika di Mesir, ia berada di lingkungan yang mendukung dan banyak mahasiswa lain yang senasib dengannya. Sedangkan di Edinburgh, Fahri harus berjuang menghadapi serangan-serangan yang berkaitan dengan keyakinannya sebagai seorang muslim. Fahri tinggal di lingkungan dengan tetangga penganut Yahudi dan Nasrani. Meskipun hampir semua tetangga membencinya, Fahri tetap memperlakukan mereka dengan baik. Ia menjalin silaturrahim dengan tetangga dan kerap menolong ketika mereka mengalami kesusahan. Kebaikan Fahri itu akhirnya berbicara, dengan sendirinya tetangga Fahri yang dulu memusuhinya justru menjadi orang yang sangat mencintai Fahri.

AAC 2 ‘MENYEIMBANGKAN’ CERITA SEBELUMNYA
            Dulu, saat menyelesaikan novel AAC, saya merasakan bahwa betapa beruntungnya sosok Fahri yang mendapatkan istri nyaris sempurna bernama Aisha. Aisha selain cantik, taat pada agama, juga berasal dari keluarga yang kaya dan sangat cerdas. Saya jadi berpikir bagaimana jika Aisha tidak sesempurna itu? Di novel ini saya mendapatkan jawaban yang tidak terduga. Selain itu tokoh dan alur yang ditulis membuat saya penasaran dan mencoba menebak sebenarnya bagaimana akhir dari adegan ini? Atau siapa sebenarnya tokoh-tokoh ini?
            Kang Abik membuat berdakwah menjadi mudah. Ketika membaca novel berisi kebaikan, orang tidak akan merasa digurui. Justru kesadaran tentang kebaikan itu bisa tiba-tiba muncul tanpa disadari ketika sedang menyelami kehidupan para tokoh di dalam novel. Sarana seperti novel seperti ini yang seharusnya banyak digunakan bagi para pendakwah untuk menebar naishat-nasihat. Secara keseluruhan novel ini menarik, apalagi settingnya berada di Kota Edinburgh yang masih asing di telinga orang Indonesia. Dengan sajian deskripsi keindahan kota Edinburgh dan sekitarnya tentu membuat pembaca akan lebih penasaran. Jika novel AAC dijadikan film dan bisa membuat rekor dengan penonton terbanyak saat itu, maka AAC 2 ini dengan cerita yang segar namun tetap terkait dengan cerita sebelumnya jika diangkat menjadi film juga pasti akan bisa mengulang kesuksesan AAC yang pertama.

No comments:

Post a Comment