Karena novel AAC saya anggap novel
yang ‘bukan sekedar novel’, maka saya langsung penasaran dan mengupas habis
novel sekuelnya yaitu AAC 2 dalam waktu tiga hari saja. Ketika membuka novel
yang memang lebih tebal dari buku pertamanya ini, saya kaget ternyata novel
yang saya beli adalah cetakan ke IV. Dalam kurun waktu satu tahun, buku ini
sudah mengalami IV kali cetakan. Awalnya saya ragu untuk menyelesaikan membaca
novel ini dengan cepat karena terlihat sangat tebal. Tapi, begitu membaca,
kalimat-kalimat Kang Abik yang khas langsung membuat saya menyusuri kehidupan
Fahri selanjutnya.
Dalam buku dengan sampul berwarna
kuning kecoklatan ini, dengan alur maju, penulis menceritakan kehidupan Fahri
setelah menikah dengan Aisha. Ternyata cobaan yang mereka hadapi tidak berhenti
begitu saja setelah Fahri keluar dari penjara (AAC 1). Aisha yang memiliki jiwa
kemanusiaan tinggi ingin pergi ke Palestina untuk membuat novel tentang
anak-anak Palestina bersama Alicia (teman wartawannya), sementara Fahri tidak
ikut mendampingi Aisha. Namun, beberapa hari kemudian Aisha dan Fahri
kehilangan kontak satu sama lain. Penemuan mayat Alicia yang sudah sangat
mengenaskan dan hilangnya kabar dari Aisha menjadi titik awal hari-hari berat
yang harus dilalui oleh Fahri.
Fahri menunggu Aisha bertahun-tahun,
berbagai cara ia lakukan tapi tetap saja ia belum bisa menemukan Aisha. Setiap
hari ia mengirim email untuk Aisha dengan harapan suatu hari Aisha akan
membalas email itu. Fahri lalu membuka hidup baru di Edinburgh dengan bekerja
di University of Edinburgh. Di kota inilah Fahri menemukan pengalaman kehidupan
yang baru. Bersama Paman Hulusi, sopir sekaligus pengawal Fahri, mereka
menjalani kehidupan di Edinburgh dan menghadapi tetangga-tetangganya yang
kebanyakan anti Islam. Masalah-masalah mulai bermunculan dari para tetangganya,
namun Fahri dengan sabar dan penuh taktik menghadapi itu semua. Ia berharap
suatu hari ia bisa akrab dengan semua tetangganya.
Di kota ini Fahri juga bertemu
dengan Heba, seorang gadis muslimah yang menjadi mahasiswinya, Sabina yang
merupakan seorang muslimah tunawisma dan sangat membutuhkan pertolongan, dan
Hulya seorang perempuan yang masih bersaudara dengan Aisha, istrinya. Sosok
Sabina, si gadis berwajah buruk namun baik hati sangat misterius, namun semua
orang yang bertemu dengannya menyukainya. Sementara kehadiran Hulya di
kehidupan Fahri membuatnya mengingat Aisha karena postur tubuh dan wajah Hulya
yang mirip dengan Aisha. Sementara itu, ia juga harus berhadapan dengan Baruch,
tentara Israel yang sangat membencinya. Mau tidak mau Fahri harus menyelesaikan
semua permasalahan itu, sedangkan hatinya terus merindukan Aisha. Tiap kali
mengingat Aisha, Fahri tidak bisa menahan untuk tidak meneteskan air mata.
Fahri seperti mayat hidup tanpa kehadiran Aisha. Akankah Fahri kuat menghadapi
semua masalahnya? Apakah ia masih memiliki keberuntungan sehingga bisa berjumpa
dengan Aisha lagi?
Belajar
Mendidik Anak dan Bertetangga yang Baik Dari Novel AAC 2
Setiap novel yang ditulis Kang Abik
memiliki kekhasan tersendiri. Tidak hanya menyajikan konflik yang mendebarkan,
namun dalam novel AAC 2 ini juga disisipi nasihat, pengetahuan, dan dakwah yang
ditulis bukan sekedar untuk ‘tempelan’. Seperti AAC yang bisa membuat
pembacanya terharu ketika Kang Abik mengutip beberapa hadist, di novel ini
penulis juga banyak memberikan pengetahuan baru untuk pembacanya mulai dari
tentang sejarah pembantaian yang dilakukan karena ideologi nir agama,
nasihat-nasihat dalam menjalani hidup, juga fakta-fakta yang dipaparkan untuk
memperkuat cerita dalam novel ini.
Salah satu hal menarik yang bisa
diambil adalah bagaimana Fahri mencontohkan cara mendidik anak lewat cerita
tentang tetangganya yang masih muda bernama Keira, dan adiknya yang bernama
Jason sangat membenci Fahri. Meskipun Keira telah mencorat-coret mobil Fahri
dengan kata-kata kasar, dan Jason sering mencuri di minimarket milik Fahri,
namun Fahri menghadapi keduanya dengan tenang. Ia bahkan menyusun strategi
untuk membantu kedua kakak beradik itu agar bisa mencapai cita-cita mereka.
Setelah keduanya berhasil, mereka sadar bahwa ternyata Fahri adalah orang baik.
Jason yang dulunya muak melihat wajah Fahri, karena kebaikan yang selalu
diberikan kepadanya ia justru menjadi sahabat Fahri. Kedua anak itu sebenarnya
baik, mereka hanya kurang beruntung karena kondisi ekonomi yang buruk dan
keadaan keluarga yang kurang saling menyayangi satu sama lain menjadikan mereka
sebagai anak-anak yang pemberontak. Dari sini saya bisa melihat untuk mendidik
anak memang diperlukan kesabaran yang lebih. Yang tidak kalah penting adalah
harus ada strategi untuk membuat anak yang tidak bisa dikontrol menjadi anak
yang sayang kepada keluarganya.
Selain bagaimana cara mendidik anak,
cara bertetangga yang baik juga menjadi kisah utama dalam novel ini. Sebagai
pendatang dan memiliki keyakinan yang minoritas di kota itu, Fahri tentu saja
dipandang sebelah mata oleh para tetangganya. Tidak seperti ketika di Mesir, ia
berada di lingkungan yang mendukung dan banyak mahasiswa lain yang senasib
dengannya. Sedangkan di Edinburgh, Fahri harus berjuang menghadapi
serangan-serangan yang berkaitan dengan keyakinannya sebagai seorang muslim.
Fahri tinggal di lingkungan dengan tetangga penganut Yahudi dan Nasrani.
Meskipun hampir semua tetangga membencinya, Fahri tetap memperlakukan mereka
dengan baik. Ia menjalin silaturrahim dengan tetangga dan kerap menolong ketika
mereka mengalami kesusahan. Kebaikan Fahri itu akhirnya berbicara, dengan
sendirinya tetangga Fahri yang dulu memusuhinya justru menjadi orang yang
sangat mencintai Fahri.
AAC 2 ‘MENYEIMBANGKAN’ CERITA SEBELUMNYA
Dulu, saat menyelesaikan novel AAC,
saya merasakan bahwa betapa beruntungnya sosok Fahri yang mendapatkan istri
nyaris sempurna bernama Aisha. Aisha selain cantik, taat pada agama, juga
berasal dari keluarga yang kaya dan sangat cerdas. Saya jadi berpikir bagaimana
jika Aisha tidak sesempurna itu? Di novel ini saya mendapatkan jawaban yang
tidak terduga. Selain itu tokoh dan alur yang ditulis membuat saya penasaran
dan mencoba menebak sebenarnya bagaimana akhir dari adegan ini? Atau siapa
sebenarnya tokoh-tokoh ini?
Kang Abik membuat berdakwah menjadi
mudah. Ketika membaca novel berisi kebaikan, orang tidak akan merasa digurui.
Justru kesadaran tentang kebaikan itu bisa tiba-tiba muncul tanpa disadari
ketika sedang menyelami kehidupan para tokoh di dalam novel. Sarana seperti
novel seperti ini yang seharusnya banyak digunakan bagi para pendakwah untuk
menebar naishat-nasihat. Secara keseluruhan novel ini menarik, apalagi
settingnya berada di Kota Edinburgh yang masih asing di telinga orang
Indonesia. Dengan sajian deskripsi keindahan kota Edinburgh dan sekitarnya
tentu membuat pembaca akan lebih penasaran. Jika novel AAC dijadikan film dan
bisa membuat rekor dengan penonton terbanyak saat itu, maka AAC 2 ini dengan
cerita yang segar namun tetap terkait dengan cerita sebelumnya jika diangkat
menjadi film juga pasti akan bisa mengulang kesuksesan AAC yang pertama.
No comments:
Post a Comment