Judul
: 9 Summers 10 Autumns
Penulis
: Iwan Setyawan
Genre
: Novel, Fiksi
Tahun
: Cetakan kesepuluh, Januari 2013
Penerbit
: Kompas Gramedia
“Aku
berasal dari keluarga yang sederhana, ayahku hanyalah seorang sopir angkot, sedangkan
orang tuaku harus menanggung lima orang anak. Dengan adanya keterbatasan itu
aku selalu berusaha melakukan yang terbaik. Dengan usaha kerasanya,
kakak-kakakku yang semuanya perempuan itu menjadi siswi-siswi yang pintar di
sekolahnya, begitu juga dengan adik perempuanku. Kelak, semua saudaraku itu
akhirnya dapat hidup dengan sukses dan bahagia.
Selama
hidupku aku tak pernah menyerah, aku selalu berusaha belajar dengan giat hingga
akhirnya aku dapat bersekolah di SMP, SMA, dan perguruan tinggi favorit.
Setelah lulus dari kuliah, aku bekerja di sebuah perusahaan dan sempat
berpindah perusahaan juga. Dari sinilah aku akhirnya dapat pergi bahkan tinggal
dan bekerja di New York, Amerika Serikat. Selama bekerja di New York, aku sudah
dapat mengirimi orang tuaku hasil jerih payahku, aku ingin sekali membalas jasa
mereka. Namun, kadang aku dihinggapi rindu tanah air, aku sering mengisi waktu
luangku dengan berlatih yoga dan berbincang dengan seorang anak laki-laki yang
memakai seragam SD merah-putih. Aku selalu menceritakan padanya bagaimana
perjalanan hidupku hingga aku bisa sampai di New York. Dari sinilah aku
mengobati rasa rinduku.”
Mungkin begitulah ringkasan novel 9
Summers 10 Autumns versi Saya. Novel ini menceritakan perjalanan seorang
laki-laki yang berasal dari Batu, Malang, Jawa Timur yang berjuang agar
mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya termasuk pendidikan. Kebulatan tekadnya
itu yang membuatnya menjadi siswa yang pandai, dia selalu berhasil masuk di
sekolah yang favorit. Hingga perjuangan itu berujung pada diterimanya bekerja
pada perusahaan di New York.
Membaca
novel ini membuat rasa semangat belajar terpacu kembali. Novel ini merupakan
novel motivasi yang terinspirasi dari kisah nyata penulis. Cukup banyak novel
yang serupa dengan novel ini, namun novel yang sudah difilmkan ini lebih
populer dari novel lainnya karena mempunyai kekhasan tersendiri yaitu dengan
setting yang kental antara Batu-New York, dan perjuangannya yang tidak pernah
usai serta membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Dengan ini pembaca menjadi
termotivasi sehingga tidak memandang pesimis hidupnya. Hal ini terbukti dengan
dicetaknya novel ini berkali-kali, bahkan novel yang saya baca ini sudah
merupakan cetakan kesepuluhnya.
Namun, novel ini terkesan “terlalu
aman” atau “terlalu sopan”. Seolah seluruh perjuangan tokoh benar-benar berbuah
manis. Tokoh dan keluarganya pada akhirnya selalu mencapai kesuksesan sehingga
jalan cerita menjadi mudah ditebak. Penulis kurang memasukkan konflik yang
membuat “greget” sehingga membaca novel ini seakan datar-datar saja karena
jalan ceritanya terlalu mulus. Novel ini mirip sebuah catatan perjalanan hidup
dari penulis sehingga kurang bisa memainkan emosi pembaca. Apalagi kehadiran
bocah laki-laki yang memakai seragam SD tidak dijelaskan dari mana asal
usulnya. Apakah itu hanya bayangan dari sang tokoh utama, atau merupakan
seorang anak yang “real”. Dalam novel ini memang tidak dijelaskan, tetapi Saya
tidak tahu bagaimana jika di filmnya karena saya belum pernah menonton film
tersebut.
Meskipun begitu, novel ini memang
layak untuk dibaca. Bagi yang sedang “down” atau butuh motivasi, novel ini
cukup ringan dibaca dengan tema yang familiar bagi kita sehingga cocok dibaca
untuk meningkatkan semangat. Jalan ceritanya yang menggambarkan contoh kehidupan
baik pantas untuk menjadi koleksi novel bermutu di rak buku kita.